Do I Need Insurance?

Seringkali kita mendapat penawaran untuk membeli asuransi baik itu asuransi jiwa, asuransi kesehatan ataupun asuransi umum seperti asuransi mobil dan rumah. Seringkali pula keputusan kita membeli asuransi ini bukan berdasarkan kebutuhan yang tepat, tetapi mungkin karena rasa “sungkan” kepada agen penjualnya atau agar kita memiliki rasa aman setelah memiliki sebuah produk asuransi. Dalam kesempatan ini kita akan bahas secara singkat hal-hal yang perlu kita pahami tentang asuransi jiwa.

Pada dasarnya kita dihadapkan pada risiko dalam hidup kita, dan kita boleh memilih antara mengelola (manage) risiko tsb atau mengalihkannya (transfer). Dan kita harus mempertimbangkan tingkat keseringan (frequency) dan tingkat keparahan (severity) atas terjadinya risiko tsb. Apabila risiko tsb sering terjadi (high frequency) dan nilai kerugiannya sangat kecil (low severity) maka bisa saja kita mengelola sendiri risiko tsb. Misalnya luka lecet yang timbul karena kita terjatuh atau tergores benda di sekeliling kita, hal ini sering terjadi dan biaya pengobatannya tidak mahal, sehingga kita bisa kelola sendiri risiko semacam ini. Tetapi jika kita dihadapkan oleh risiko yang bisa menimbulkan kerugian besar (high severity) meskipun jarang terjadi (low frequency) dan kita tidak mampu mengelola risiko semacam ini, maka sebaiknya kita alihkan risiko tsb ke perusahaan asuransi.

Contohya adalah terserang penyakit kritis atau bahkan meninggal, kejadian semacam ini tentu saja jarang terjadi dan tidak kita harapkan, tetapi bila terjadi maka biaya yang dikeluarkan akan sangat besar, dan dalam kasus meninggal dunia, bila kita adalah satu-satunya pencari nafkah maka efeknya akan lebih jauh karena terkait dengan penghidupan keluarga kita selanjutnya. Dengan pemahaman tsb, maka kita akan berpikir bahwa sesuatu yang sangat berharga sebaiknya diasuransikan. Dan kita harus ingat bahwa di antara semua assets yang kita miliki, diri kitalah assets yang paling berharga tsb sehingga sebaiknya kita mengasuransikan jiwa kita.

Asuransi bertujuan untuk memberi kompensasi kerugian financial yang terjadi, BUKAN mengganti kesempatan untuk mendapatkan keuntungan ataupun mengganti kerugian non financial. Penyebab timbulnya kerugian financial itu pun harus jelas dan sesuai dalam kontrak perjanjian antara nasabah dan perusahaan asuransi. Prinsip dasar dalam asuransi sebenarnya ada 2, yaitu:

1. Utmost Good Faith
Inti dari prinsip ini adalah nasabah dan perusahaan harus menjunjung tinggi kejujuran, sehingga perusahaan asuransi akan menulis dengan lengkap dan jelas hal-hal yang dapat dikompensasikan di dalam kontrak asuransi tsb. Dan sebaliknya, nasabah juga harus mengungkapkan semua fakta material tanpa ada usaha untuk menutup-nutupi suatu kondisi yang tidak baik.

2. Insurable Interest
Dalam prinsip ini, pemegang polis akan mendapatkan manfaat bila yang diasuransikan (tertanggung) tidak mengalami risiko.

Bila kita melihat kedua prinsip di atas, maka kita sebagai nasabah wajib mengungkapkan semua kondisi kesehatan kita sebelum membeli asuransi. Bila kita menutupi suatu penyakit tertentu, dan kemudian terjadi risiko pada diri kita yang disebabkan oleh penyakit tsb, maka perusahaan asuransi tidak akan membayarkan uang pertanggungan (nilai yang akan dibayar oleh perusahaan asuransi bila terjadi risiko) kepada ahil waris karena kondisi awal yang kita ungkapkan adalah tidak benar. Hal ini tentu saja sangat merugikan.

Menentukan nilai uang pertanggungan (UP) pun seharusnya berdasarkan kebutuhan kita. Ada orang yang menentukan UP sebesar 5 (lima) tahun penghasilannya, dengan asumsi bila terjadi risiko dengannya, maka keluarganya masih ada kesempatan selama 5 (lima) tahun untuk membangun penghasilan seperti yang dihasilkannya, dan selama 5 (lima) tahun masa transisi tsb, UP akan digunakan sebagai pengganti penghasilannya. Ada juga yang menentukan UP berdasarkan kebutuhannya, misalnya dia tahu bahwa selama 10 tahun ke depan, setiap tahun dia perlu Rp. 1 (satu) Milyar untuk semua kebutuhan termasuk investasinya, maka dia bisa saja membeli polis asuransi dengan UP Rp. 10 (sepuluh) Milyar.

Selain untuk mengkompensasi kerugian financial yang terjadi atas risiko, asuransi juga dapat digunakan sebagai alat dalam estate planning, misalnya kita ingin memberikan harta waris kepada anak atau keluarga sebesar Rp. 1(satu) Milyar bila terjadi risiko atas diri kita. Maka dengan membeli asuransi jiwa senilai tsb kita sebenarnya juga sudah menyiapkan warisan. Dan karena UP dari asuransi tidak dianggap sebagai harta waris, maka uang yang dibayarkan ke ahli waris itu pun tidak akan dikenakan pajak. Sehingga tidak mengherankan banyak orang kaya yang memiliki asuransi, meskipun jumlah hartanya sebenarnya sudah mampu memenuhi semua kebutuhannya alias orang kaya mungkin saja tidak memerlukan asuransi.